- CIPS Indonesia
Peningkatan Produksi Pangan Tidak Hanya Lewat Perluasan Lahan
Perluasan lahan bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pangan nasional. Perluasan lahan pertanian saat ini sulit dilakukan mengingat terbatasnya jumlah lahan yang masih memungkinkan untuk dipakai untuk kegiatan pertanian dan jumlah penduduk yang terus meningkat.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perluasan lahan pertanian terwujud, salah satunya adalah gencarnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur. Industrialisasi dan pembangunan infrastruktur tidak jarang harus mengorbankan lahan pertanian.
“Perubahan lain adalah jumlah penduduk yang terus meningkat. Laju pertambahan penduduk Indonesia terjadi sangat cepat. Jumlah penduduk yang bertambah harus diikuti dengan kemampuan lahan pertanian untuk menyediakan pangan untuk mereka. Selain itu pemerintah juga seharusnya meningkatkan kapasitas petani dengan mengadakan pelatihan, memberikan penyuluhan dan bimbingan soal penggunaan alat-alat pertanian yang lebih efisien dan pembaharuan metode tanam. Pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana memberikan petani akses permodalan yang skema pembayarannya ramah terhadap kegiatan bercocok tanam mereka,” jelasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat antara 2003 hingga 2013, terdapat 16% penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki lahan. Ketika jumlah rumah tangga yang memiliki lahan pertanian antara 1 hingga 1,9 hektar dan kurang dari 3 hektar meningkat masing-masing Rp 700.000 dan Rp 300.000, lebih dari 5 juta rumah tangga yang memiliki kurang atau sama dengan 0,1 hektar sudah kehilangan status kepemilikan lahan. Mereka berpotensi menjadi buruh tani yang tidak memiliki lahan.
Salah satu komoditas penting yang perlu dijaga ketersediaannya adalah beras. Namun beras juga menghadapi tantangan sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya. Galuh menambahkan, padi hibrida bisa menjadi alternatif peningkatan produktivitas beras nasional. Produktivitas padi hibrida memiliki potensi besar untuk ditingkatkan. Padi hibrida memiliki produktivitas musiman rata-rata 7 ton/ha, lebih tinggi kalau dibandingkan dengan produktivitas padi inbrida yang hanya mencapai 5,19 ton/ha. Namun, luas tanam padi hibrida hanya kurang dari satu persen dari total luas tanam padi di Indonesia dan telah mengalami stagnasi selama beberapa tahun.
CIPS merekomendasikan beberapa hal terkait pengembangan padi hibrida. Yang pertama adalah perlu memasukkan padi hibrida ke dalam prioritas perencanaan pembangunan pertanian. Padi hibrida memang belum dimasukkan ke dalam program utama yang terkait dengan perencanaan pembangunan pertanian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN. Alasan untuk kurangnya prioritas ini mungkin adalah karena statistik kuantitas produksi beras nasional di Indonesia telah lama dibesar-besarkan. Baru belakangan data ini dikoreksi menggunakan metode Kerangka Sampel Area.
Dengan statistik resmi yang menunjukkan tingkat produksi beras yang mencukupi, pembuat kebijakan tidak terdorong untuk berfokus pada peningkatan produktivitas, yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pengembangan padi hibrida. Karena itu tidak mengherankan bahwa pemerintah tidak memiliki program yang signifikan untuk meningkatkan penerimaan padi hibrida oleh petani.